Foto: instagram/@sudutpayakumbuh


Masyarakat kita punya kebiasaan tertentu dalam merayakan hari-hari besar, seperti hari raya Lebaran, Natal, Nyepi, dan lain-lain. Beda daerah, beda pula perayaannya meski masih dalam satu provinsi yang sama.

Di Sumatera Barat contohnya, penyambutan hari raya di Kabupaten Lima Puluh Kota akan berbeda dengan Pariaman. Masyarakat Pariaman menyambut hari besar Idul Fitri dengan tradisi Tabuik, sedangkan di salah satu daerah di Lima Puluh Kota dirayakan dalam acara adu keren perahu.

Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sangat kaya akan budaya dan adat istiadatnya. Oleh sebab itu, sebaiknya kita sebagai generasi milenial setidaknya mengetahui tradisi-tradisi tersebut.

Berbicara tentang tradisi adu keren perahu di Kabupaten Lima Puluh Kota ini, orang menyebutnya dengan Bakajang atau Alek Bakajang. Kajang sendiri apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti perahu atau sampan.

Acara ini berlangsung di sebuah kenagarian kecil bernama Gunuang Malintang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan masih dalam kawasan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Alek Bakajang yang meriah ini biasanya digelar dalam suasana hari raya Idul Fitri di mana warga setempat akan berkumpul di tepi sungai Batang Maek. Selain itu, hari ketiga Idul Fitri adalah hari yang dipilih untuk melaksanakan event ini.

Foto: twitter/@minangofficial

Setiap masyarakat bebas berkreasi dan berkontribusi. Umumnya, para peserta adalah pemuda yang tergabung dalam kelompok yang mewakili masing-masing jorong di kenagarian Gunuang Malintang. Jorong sendiri adalah daerah yang lebih kecil dari kelurahan atau setara dengan RW.

Dana yang dihabiskan untuk menyulap kajang atau perahu menjadi keren berkisar antara 10-15 juta per sampan. Selain mengasah kreatifitas masyarakat, tradisi ini juga sebagai bentuk silaturahmi antara kemanakan dan anak dengan kepala suku di daerah setempat.

Kajang yang mereka rangkai pun selalu mengalami perkembangan setiap tahun, baik dalam bentuk desain atau ornamen yang digunakan. Salah satu kreasinya adalah kajang yang menjelma seperti kapal pesiar. Dalam menghias kajang ini, pemuda biasanya menggunakan bambu.

Menurut masyarakat setempat, tradisi ini sudah ada sejak seabad lalu. Dulunya, kajang merupakan kendaraan niniak mamak atau kepala suku (datuak) yang digunakan dalam acara adat.



Rangkaian acara dimulai dengan tari pasambahan, yaitu tarian tradisional Sumatera Barat untuk penyambutan tamu. Kemudian, kepala suku akan menyampaikan pidato berisi pesan-pesan dan nasihat kepada warga.

Setelah pidato selesai, kajang yang sudah terparkir gagah siap memamerkan kebolehannya di tengah sungai, seperti seorang model yang melenggok di atas catwalk.

Setiap kajang yang berlayar akan diiringi musik tradisional berupa talempong. Beda kajangnya, beda pula irama talempong yang dimainkan.

Karena acara ini diadakan selama lima hari, setelah hari pertama selesai, maka kajang akan dibawa ke jorong masing-masing. Dalam kurun waktu tersebut, kajang akan terus dihias dan diperbaiki secara gotong royong.

Hari berikutnya, acara ini akan dilakukan di jorong yang berbeda. Rangkaian acaranya pun takkan jauh berbeda dari hari pertama. Hanya saja, kapalo suku yang menyampaikan pidato merupakan datuak yang ditinggikan di jorong tersebut. Begitu pula hari-hari berikutnya, acara akan dilaksanakan di jorong berbeda.

angga-stevan-35537942-1008380582662810-3478366937833013248-n

Foto: twitter/@kenedhy93

Setelah kajang berlayar di jorong terakhir, maka disitulah pemenang akan diumumkan. Pada hari penutupan tersebut, biasanya dilaksanakan acara balapan perahu atau Pacu Kajang. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk memeriahkan acara.

Dalam acara ini terlihat bahwa warga setempat sangat menjunjung nilai silaturahmi dan gotong royong yang patut dicontoh oleh daerah-daerah lain di Indonesia.

Bagi masyarakat luar daerah yang ingin menyaksikan pertunjukan tahunan ini bisa langsung datang saja ke Nagari Gunuang Malintang. Lokasinya lebih dekat dari Kota Pekanbaru dibandingkan Kota Padang karena kecamatan ini perbatasan antara Provinsi Sumatera Barat dengan Riau.

Jaraknya sekitar 150 km dan bisa dituju dengan menggunakan travel atau minibus dari Kota Pekanbaru dengan biaya di bawah 150 ribu. Sementara itu, jarak dari Kota Padang yaitu sejauh 180 km yang juga dapat ditempuh dengan minibus atau travel.

Artikel ini ditulis oleh WerymaS

gunuang malintang idul fitri kabupaten lima puluh kota payakumbuh pangkalan minang tradisi alek bakajang bakajang

Berita Terkait

Berita Video