Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Setelah nama Sanghyang Heleut di Rajamandala, Bandung Barat, menjadi viral di media sosial karena keindahan alamnya, tahun 2019 lalu ada sebuah sanghyang baru yang juga mulai dilirik wisawatan. Namanya Sanghyang Kenit. Tempat ini berada berdekatan dengan lokasi Sanghyang Heleut, Sanghyang Poek dan Sanghyang Tikoro.
Keberadaan Sanghyang Kenit seakan menambah deretan pesona tersembunyi di sekitar Bendungan Saguling. Pemandangannya begitu megah dengan tinggi dinding goa di sekitarnya. Hamparan bebatuan besar tergeletak bebas diantara aliran Sungai Citarum purba ini.
Keindahan Sanghyang Kenit memang tercipta dari ketidak sengajaan. Ketika air dari Bendungan Saguling menuju aliran Citarum dipindahkan ke PLTA Saguling, mulai tersingkaplah bebatuan dan goa-goa di sini.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Tak ada cerita pasti mengenai asal-usul penamaan Sanghyang Kenit. Namun orang-orang percaya bahwa dulu ada seorang keturunan wali bernama Eyang Wastu Lingga yang menyembelih seekor kendit untuk dijadikan persembahan. Kendit merupakan kambing berwarna putih yang memiliki tanda "melingkar" berwarna hitam di badan.
Untuk mengeksplore dan menyusuri pinggiran goa, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam serta tenaga ekstra. Terlebih jalurnya dipenuhi bebatuan besar untuk dipijak.
Aktivitas susur goa, memakan waktu 2 jam dengan tujuan terakhir adalah Sanghyang Tikoro. Kondisi goa sedikit terang dengan keadaan mulut goa cukup besar dan luas.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Semakin jauh menyusuri pinggiran sungai, pengunjung akan menemukan tiga goa berderet yang dikenal dengan nama Goa Berjajar. Jika air sedang surut, pengunjung bisa sedikit masuk ke dalam.
Dari dalam goa, terlihat beberapa warna bak pelangi yang dipantulkan oleh bebatuan dan sinar matahari. Bebarapa bentuknya menarik dan indah. Cantik sekali!
Tiket Masuk dan Fasilitas di Sanghyang Kenit
Pengelola hanya mematok harga Rp5.000 per orang dan Rp3.000 per motor untuk parkir. Jika ingin menyewa pelampung, cukup menambah kocek Rp5.000 per orang. Di sini juga bisa melakukan kegiatan susur goa dengan harga Rp150.000 per orang minimal 10 peserta.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Soal fasilitas, sebagian besar masih dalam tahap pengerjaan. Terlihat dari belum adanya jalan utama untuk kendaraan, terutama parkir mobil. Sementara jalur masuk motor, hanya bisa melalui sebuah jalan kecil yang sekilas mirip aliran air. Sedangkan untuk fasiltas kamar mandi dan tempat makan, di sekitar area sudah tersedia beberapa warung menyediakan paket makan dan es kelapa.
Jika membutuhkan seorang pemandu lokal untuk mengenal sejarah dan mengelilingi Sanghyang Kenit, tidak ada patokan tarif, semuanya tergantung dari keihklasan pengunjung.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Rute dan Akomodasi ke Sanghyang Kenit
Jika datang dari luar kota, bisa memilih keluar dari Tol Padalarang. Terus arahkan kendaraan ke Cimahi-Padalarang. Lanjutkan menuju jalur Cipatat - Rajamandala - PLTA Saguling. Kurang lebih dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam berkendara untuk tiba di lokasi.
Belok kiri begitu menemukan sebuah gapura besar menuju PLTA Saguling. Di tengah perjalanan, akan ada sebuah pos jaga sebagai batas area untuk ijin masuk ke kawasan PLTA. Tenang, petugas dengan senang hati membukakan portal.
Kondisi jalanan beraspal cukup baik, meski di beberapa titik rusak dan berlubang. Tiba di dua jalan bercabang, ambil arah kanan menuju Sanghyang Heleut. Arahkan lagi kendaraan ke belokan kiri jalan, lalu tak lama kemudian menemukan sebuah baliho besar bertuliskan Sanghyang Kenit. Di sinilah pintu masuk menuju ke lokasi tujuan. Untuk parkir mobil, ini adalah tempat terakhir berhenti dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Sedangkan motor, bisa masuk melalui sebuah jalan kecil menurun.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Bagi yang berniat bermalam di sekitar area Saguling, sebaiknya menginap di daerah Padalarang saja. Salah satu yang direkomendasikan adalah Mason Pine Hotel Bandung. Hotel ini berjarak sekitar 30 menit berkendara menuju Sanghyang Kenit. Harga menginap mulai dari Rp700.000 per malam.
Bangunan hotel mengandung unsur eksterior kolonial. Lokasi hotel cukup dekat dengan Masjid Al-Irsyad, salah satu masjid terbaik di Bandung karya Gubernur Ridwan Kamil.
Keberadaan Sanghyang Kenit seakan menambah deretan pesona tersembunyi di sekitar Bendungan Saguling. Pemandangannya begitu megah dengan tinggi dinding goa di sekitarnya. Hamparan bebatuan besar tergeletak bebas diantara aliran Sungai Citarum purba ini.
Keindahan Sanghyang Kenit memang tercipta dari ketidak sengajaan. Ketika air dari Bendungan Saguling menuju aliran Citarum dipindahkan ke PLTA Saguling, mulai tersingkaplah bebatuan dan goa-goa di sini.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Tak ada cerita pasti mengenai asal-usul penamaan Sanghyang Kenit. Namun orang-orang percaya bahwa dulu ada seorang keturunan wali bernama Eyang Wastu Lingga yang menyembelih seekor kendit untuk dijadikan persembahan. Kendit merupakan kambing berwarna putih yang memiliki tanda "melingkar" berwarna hitam di badan.
Untuk mengeksplore dan menyusuri pinggiran goa, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam serta tenaga ekstra. Terlebih jalurnya dipenuhi bebatuan besar untuk dipijak.
Aktivitas susur goa, memakan waktu 2 jam dengan tujuan terakhir adalah Sanghyang Tikoro. Kondisi goa sedikit terang dengan keadaan mulut goa cukup besar dan luas.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Semakin jauh menyusuri pinggiran sungai, pengunjung akan menemukan tiga goa berderet yang dikenal dengan nama Goa Berjajar. Jika air sedang surut, pengunjung bisa sedikit masuk ke dalam.
Dari dalam goa, terlihat beberapa warna bak pelangi yang dipantulkan oleh bebatuan dan sinar matahari. Bebarapa bentuknya menarik dan indah. Cantik sekali!
Tiket Masuk dan Fasilitas di Sanghyang Kenit
Pengelola hanya mematok harga Rp5.000 per orang dan Rp3.000 per motor untuk parkir. Jika ingin menyewa pelampung, cukup menambah kocek Rp5.000 per orang. Di sini juga bisa melakukan kegiatan susur goa dengan harga Rp150.000 per orang minimal 10 peserta.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Soal fasilitas, sebagian besar masih dalam tahap pengerjaan. Terlihat dari belum adanya jalan utama untuk kendaraan, terutama parkir mobil. Sementara jalur masuk motor, hanya bisa melalui sebuah jalan kecil yang sekilas mirip aliran air. Sedangkan untuk fasiltas kamar mandi dan tempat makan, di sekitar area sudah tersedia beberapa warung menyediakan paket makan dan es kelapa.
Jika membutuhkan seorang pemandu lokal untuk mengenal sejarah dan mengelilingi Sanghyang Kenit, tidak ada patokan tarif, semuanya tergantung dari keihklasan pengunjung.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Rute dan Akomodasi ke Sanghyang Kenit
Jika datang dari luar kota, bisa memilih keluar dari Tol Padalarang. Terus arahkan kendaraan ke Cimahi-Padalarang. Lanjutkan menuju jalur Cipatat - Rajamandala - PLTA Saguling. Kurang lebih dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam berkendara untuk tiba di lokasi.
Belok kiri begitu menemukan sebuah gapura besar menuju PLTA Saguling. Di tengah perjalanan, akan ada sebuah pos jaga sebagai batas area untuk ijin masuk ke kawasan PLTA. Tenang, petugas dengan senang hati membukakan portal.
Kondisi jalanan beraspal cukup baik, meski di beberapa titik rusak dan berlubang. Tiba di dua jalan bercabang, ambil arah kanan menuju Sanghyang Heleut. Arahkan lagi kendaraan ke belokan kiri jalan, lalu tak lama kemudian menemukan sebuah baliho besar bertuliskan Sanghyang Kenit. Di sinilah pintu masuk menuju ke lokasi tujuan. Untuk parkir mobil, ini adalah tempat terakhir berhenti dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Sedangkan motor, bisa masuk melalui sebuah jalan kecil menurun.
Foto: brisik.id/Gadis Noer Hadianty
Bagi yang berniat bermalam di sekitar area Saguling, sebaiknya menginap di daerah Padalarang saja. Salah satu yang direkomendasikan adalah Mason Pine Hotel Bandung. Hotel ini berjarak sekitar 30 menit berkendara menuju Sanghyang Kenit. Harga menginap mulai dari Rp700.000 per malam.
Bangunan hotel mengandung unsur eksterior kolonial. Lokasi hotel cukup dekat dengan Masjid Al-Irsyad, salah satu masjid terbaik di Bandung karya Gubernur Ridwan Kamil.
Artikel ini ditulis oleh Gadis Noer Hadianty