Sejarah Boso Walikan Khas Ngalam (Malang) yang Menjadi Tren

Lifestyle 05 Januari 2021

malang bahasa budaya tradisi budayamalang bosowalikan sejarahmalang kotamalang

Foto: https://baraoutdoor.com


Siapa yang tidak kenal dengan kota Malang, salah satu kota terbesar kedua di Jawa Timur yang memiliki pesona akan keindahan alamnya. Selain kota Batu, banyak juga berbagai wisata pantai dan pegunungan yang memukau. Tapi kali ini kita tidak akan membahas wisatanya melainkan salah satu budaya di kota Malang yang bisa dibilang lucu yaitu boso walikan (bahasa terbalik).

Sepertinya sudah menjadi identitas orang Malang menggunakan boso walikan untuk berbicara sehari-hari. Sebenarnya boso walikan sama saja dengan Bahasa Jawa pada umumnya akan tetapi cara pengucapannya saja yang dibalik. Mungkin untuk yang jarang berkunjung ke Malang akan aneh jika mendengarkan cara orang Malang yang suka berbicara dengan membalik kata. Akan tetapi tahukah kamu awal mula terciptanya boso walikan?

Sejarah Awal Mula Boso Walikan


Foto: https://www.kanalmalang.net

Ternyata boso walikan sudah berkembang sejak jaman penjajahan Belanda yaitu sekitar tahun 1949. Awalnya saat perang gerilya para pejuang khawatir jika pihak Belanda bisa mendengar percakapan mereka, akhirnya mereka melakukan musyawarah untuk membahas bagaimana agar bisa bebas berbicara tanpa khawatir pembicaraan mereka bocor ketelinga Belanda. Setelah memikirkan berbagai ide, muncullah satu ide brilian yang disetujui semua pihak yaitu dengan membalik susunan kata saat berbicara dengan sesama pejuang. Dari situlah tercetus boso walikan, caranya yaitu dengan melafalkan kata bukan dari kiri ke kanan seperti pada umumnya tetapi dari kanan ke kiri, contohnya makan maka akan dibaca nakam, bakso dibaca oskab, arek dibaca kera, dan enak dibaca kane.

Meskipun terkesan mudah dilakukan, penggunaan boso walikan ada aturannya. Tidak semua kata bisa dibalik, ada pengecualian cara membalik untuk beberapa kata seperti kata dengan pelafalan "ng" maka akan tetap dibaca "ng", contohnya bengi menjadi ingeb yang berarti malam dalam bahasa Jawa, ngalam yang berarti Malang, terkecuali untuk kata "orang" entah mengapa dibaca menjadi gnaro atau genaro, mlaku(jalan kaki) menjadi uklam, sepeda menjadi adapes, polisi menjadi isilup atau silup, weci (bakwan) menjadi ciwe.

Budaya boso walikan di Malang semakin berkembang seiring waktu. Kata-kata saat jaman penjajahan Belanda terus bertambah hingga saat ini. Mungkin buat kalian yang tinggal atau dekat Malang pasti sudah tidak asing mendengar kata-kata seperti libom, halokes, utapes, hamur yang merupakan kata kebalikan dari mobil, sekolah, sepatu dan rumah.


Foto: https://www.goal.com

Di Malang sendiri tidak semua kalangan kerap menggunakan boso walikan. Biasanya boso walikan lebih sering ditemui pada komunitas tertentu seperti klub sepak bola Arema dengan jargonnya ongis nade atau singo edan (singa liar) sebagai identitas dari permainan pemain sepak bola Arema yang liar dan berani. Dari sinilah boso walikan mulai menyebar hingga keluar kota Malang karena banyak juga suporter Arema yang berasal dari luar kota Malang.

Maka dari itu saat ini sudah banyak boso walikan yang diterapkan pada Bahasa Indonesia dan populer digunakan di kalangan anak muda dari berbagai daerah seperti Jabodetabek, bahkan bisa dibilang menjadi slang atau bahasa gaul. Kata-kata yang sering dijumpai menjadi tren seperti kuy yang berarti yuk, tamales yang berarti selamat, tangames yang berarti semangat, umak yang berarti kamu, ayas yang berarti saya, sabi yang berarti bisa, takis yang berarti sikat, dan masih banyak lainnya .

Nah sekarang umak sudah itreng belum? ternyata kata-kata berkebalikan yang sering kita gunakan saat ini terinspirasi dari boso walikan yang populer dari Malang. Kira-kira kalau kamu berkunjung ke Malang paham tidak ya dengan apa yang orang Malang bicarakan?



Artikel ini ditulis oleh Nuryani Azizah

malang bahasa budaya tradisi budayamalang bosowalikan sejarahmalang kotamalang

Berita Video