Foto: maps.google.com/ @Sanggar Tari Ragam Budaya Nusantara
Di tengah berkembangnya zaman, hiruk-pikuk kehidupan diselimuti gelombang modernisasi. Adanya budaya yang menjadi tradisi mulai memudar merupakan efek samping dari perkembangan tersebut.
Hal serupa terjadi pula di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Budaya kesenian di kota ini seakan tenggelam dalam di tengah-tengah menjulangnya kemajuan kota.
Melihat bingkai tersebut, tidak membuat para pegiat seni di Tangsel pasrah berdiam saja. Mereka tetap mengupayakan seni dan kebudayaan yang telah ada untuk tetap bergeliat.
Tari Nong Anggrek adalah salah satu yang masuk dalam agenda. Iringan musik tradisional berkolaborasi dengan para penari. Berputar dalam harmoni menggambarkan keindahan alam di sekitarnya.
Koreografi tarian ini diadopsi dari gerakan-gerakan alam, seperti bunga mekar, tumbuhan yang tertiup angin hingga tumbuh-tumbuhan di atas danau. Formasi para penarinya pun menyerupai mekarnya bunga anggrek.
Musik mulai mempercepat temponya. Seketika itu pula, tarian akan didominasi oleh gerakan melompat dan berputar. Para penari mengayunkan rok ke depan dan ke samping.
Menggambarkan Perekonomian
Gerakan berputar inilah yang mencoba menggambarkan bagaimana naik-turunnya perekonomian di Kota Tangsel. Tujuh orang penari mengisi gerak demi gerak filosofis dalam tarian ini.
Bagian inti dari Tari Nong Anggrek adalah bagian terakhir, saat para penari melebarkan roknya. Hal ini melambangkan tumbuhnya tanaman di atas permukaan air.
Dan, para penari membuka hiasan bunga di atas kepala mereka. Bagian ini pun turut merepresentasikan gerak mekarnya bunga anggrek Van Douglas yang notabene adalah ikon dari Kota Tangsel.
Tahap Penciptaan
Secara keseluruhan, tarian ini terinspirasi dari tarian Betawi, Sunda dan Tionghoa. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar penduduk Tangsel sendiri terdiri dari ketiga latar belakang etnis tersebut.
Tari ini diciptakan oleh seorang pengajar tari, sekaligus pemilik dari Sanggar Ragam Budaya Nusantara bernama Sherly Fatmarita. Gerakan tari ini memiliki karakteristik tegas dengan tempo yang cenderung cepat.
Tari Nong Anggrek merupakan sebuah karya yang diciptakan untuk menunjukkan keindahan bunga anggrek Van Douglas. Salah satu alasannya memilih bunga tersebut sebagai poros tariannya karena telah menjadi identitas tangsel sendiri.
Proses penciptaan Tari Nong Anggrek sendiri tidaklah mudah dan membutuhkan observasi. Untuk menciptakan gerakan dan kostumnya, anggrek diteliti dari mulai tahap kuncup sampai mekar.
Adapun, istilah “Nong” dalam nama penyebutan untuk tarian ini merujuk pada kata sapaan untuk seorang gadis di Kota Tangsel. Jumlah penari yang terdiri dari tujuh orang sendiri menyimbolkan jumlah kelopak bunga anggrek Van Douglas.
Kostum yang dikenakan para penarinya juga memiliki filosofi sendiri. Ciri khas kostumnya terletak pada hiasan simbol berbentuk kuncup bunga anggrek Van Douglas yang dikenakan di atas kepala.
Kostum Tari Nong Anggrek didominasi oleh beberapa warna, yaitu biru, merah muda, dan hijau. Biru memiliki makna ketenangan, kesejukan dan menandakan sumber daya air yang dimiliki Kota Tangsel.
Sementara merah muda melambangkan potensi hasil perkebunan bunga anggrek Van Douglas yang unggul. Sedangkan, warna hijau mewakili nilai historis bahwa wilayah Tangsel dulunya ditanami hamparan perkebunan pohon karet dan bambu.
Musik yang digunakan dalam Tari Nong Anggrek merupakan Gambang Kromong dipadu dengan irama Sunda. Musik tradisional ini juga merupakan hasil akulturasi antara musik tradisional Tionghoa dan Betawi.
Instrumen gambang kromong terdiri dari gambang, kromong, gong, gendang, suling, dan kecrek. Nah, salah satu alat musik yang merepresentasikan unsur Tionghoa adalah instrumen tehyan.
Tari Nong Anggrek sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 2013 lalu. Tari ini sukses diterima dan telah banyak ditampilkan dalam berbagai acara, salah satunya acara Tokyo Fashion World 2016 di Tokyo, Jepang.
Selain itu, sebagai bentuk upaya pelestarian budaya di Kota Tangsel, tari ini juga telah dimasukkan dalam materi ajaran di sekolah-sekolah.
Hal serupa terjadi pula di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Budaya kesenian di kota ini seakan tenggelam dalam di tengah-tengah menjulangnya kemajuan kota.
Melihat bingkai tersebut, tidak membuat para pegiat seni di Tangsel pasrah berdiam saja. Mereka tetap mengupayakan seni dan kebudayaan yang telah ada untuk tetap bergeliat.
Tari Nong Anggrek adalah salah satu yang masuk dalam agenda. Iringan musik tradisional berkolaborasi dengan para penari. Berputar dalam harmoni menggambarkan keindahan alam di sekitarnya.
Koreografi tarian ini diadopsi dari gerakan-gerakan alam, seperti bunga mekar, tumbuhan yang tertiup angin hingga tumbuh-tumbuhan di atas danau. Formasi para penarinya pun menyerupai mekarnya bunga anggrek.
Musik mulai mempercepat temponya. Seketika itu pula, tarian akan didominasi oleh gerakan melompat dan berputar. Para penari mengayunkan rok ke depan dan ke samping.
Sumber foto: kabartangsel.com
Menggambarkan Perekonomian
Gerakan berputar inilah yang mencoba menggambarkan bagaimana naik-turunnya perekonomian di Kota Tangsel. Tujuh orang penari mengisi gerak demi gerak filosofis dalam tarian ini.
Bagian inti dari Tari Nong Anggrek adalah bagian terakhir, saat para penari melebarkan roknya. Hal ini melambangkan tumbuhnya tanaman di atas permukaan air.
Dan, para penari membuka hiasan bunga di atas kepala mereka. Bagian ini pun turut merepresentasikan gerak mekarnya bunga anggrek Van Douglas yang notabene adalah ikon dari Kota Tangsel.
Tahap Penciptaan
Secara keseluruhan, tarian ini terinspirasi dari tarian Betawi, Sunda dan Tionghoa. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar penduduk Tangsel sendiri terdiri dari ketiga latar belakang etnis tersebut.
Tari ini diciptakan oleh seorang pengajar tari, sekaligus pemilik dari Sanggar Ragam Budaya Nusantara bernama Sherly Fatmarita. Gerakan tari ini memiliki karakteristik tegas dengan tempo yang cenderung cepat.
Tari Nong Anggrek merupakan sebuah karya yang diciptakan untuk menunjukkan keindahan bunga anggrek Van Douglas. Salah satu alasannya memilih bunga tersebut sebagai poros tariannya karena telah menjadi identitas tangsel sendiri.
Proses penciptaan Tari Nong Anggrek sendiri tidaklah mudah dan membutuhkan observasi. Untuk menciptakan gerakan dan kostumnya, anggrek diteliti dari mulai tahap kuncup sampai mekar.
Adapun, istilah “Nong” dalam nama penyebutan untuk tarian ini merujuk pada kata sapaan untuk seorang gadis di Kota Tangsel. Jumlah penari yang terdiri dari tujuh orang sendiri menyimbolkan jumlah kelopak bunga anggrek Van Douglas.
Kostum yang dikenakan para penarinya juga memiliki filosofi sendiri. Ciri khas kostumnya terletak pada hiasan simbol berbentuk kuncup bunga anggrek Van Douglas yang dikenakan di atas kepala.
Kostum Tari Nong Anggrek didominasi oleh beberapa warna, yaitu biru, merah muda, dan hijau. Biru memiliki makna ketenangan, kesejukan dan menandakan sumber daya air yang dimiliki Kota Tangsel.
Sementara merah muda melambangkan potensi hasil perkebunan bunga anggrek Van Douglas yang unggul. Sedangkan, warna hijau mewakili nilai historis bahwa wilayah Tangsel dulunya ditanami hamparan perkebunan pohon karet dan bambu.
Sumber foto: tangseloke.com
Musik yang digunakan dalam Tari Nong Anggrek merupakan Gambang Kromong dipadu dengan irama Sunda. Musik tradisional ini juga merupakan hasil akulturasi antara musik tradisional Tionghoa dan Betawi.
Instrumen gambang kromong terdiri dari gambang, kromong, gong, gendang, suling, dan kecrek. Nah, salah satu alat musik yang merepresentasikan unsur Tionghoa adalah instrumen tehyan.
Tari Nong Anggrek sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 2013 lalu. Tari ini sukses diterima dan telah banyak ditampilkan dalam berbagai acara, salah satunya acara Tokyo Fashion World 2016 di Tokyo, Jepang.
Selain itu, sebagai bentuk upaya pelestarian budaya di Kota Tangsel, tari ini juga telah dimasukkan dalam materi ajaran di sekolah-sekolah.
Artikel ini ditulis oleh Afa Najmi Layalia