Mari Berkenalan dengan Sambal Bekacau

Lifestyle 19 Mei 2020

bekacau sambal kuliner

Foto: Twitter/@bayuwinata


Sambal bekacau adalah masakan tradisional khas Kampar Kiri, lebih tepatnya di Desa Batu Sanggan dan beberapa desa lain yang berdekatan. Makanan ini berupa ikan sungai yang disuwir dan dicacah lalu dicampur dengan sambal khusus.

Menurut warga, cerita tentang asal sambal ini bermula dari sebuah keluarga yang beranggotakan tujuh orang. Suatu hari, salah satu dari mereka pergi mencari ikan di sungai. Tapi, ia hanya mendapatkan satu ekor ikan. Pikirnya, kalau ikan dibakar, tak cukup untuk satu keluarga. Akhirnya, mereka memasak ikan itu dengan cara: menghancurkan dagingnya hingga tercampur dengan bahan lain.

Memasak sambal ini, pertama-tama cuci dulu ikan hingga benar-benar bersih tidak ada bau amis dan lendir. Giling cabai sampai hancur, iris bawang merah dan cuci daun kunyit. Setelah semua bahan selesai, lanjutkan dengan menumis bawang dan cabai hingga wangi. Selanjutnya memasukkan ikan dan daun kunyit. Aduk rata hingga semua bahan tercampur. Jangan lupa tambahkan sedikit air dan bumbu penyedap rasa.

sambal bekacau
Foto: Twitter/@bayuwinata

Agar mudah, ikan yang dipilih adalah ikan sungai. Sebab dagingnya sedikit lebih lunak dibanding ikan laut.

Marlina, seorang warga Desa Batu Sanggan, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau ini menjelaskan bagaimana cara membuat sambal bekacau, makanan khas di desanya.

Ia mahir memasak makanan tersebut sejak sekolah. Saat itu, ketika baru pulang sekolah, ibunya meminta Lina — panggilan akrabnya, memasak. Saat itulah sang ibu mengajarkan memasak sambal bekacau.

Ikan yang dipakai untuk membuat makanan ini dulu kerap dicari ayahnya di Sungai Subayang. Selepas Isya, ayahnya akan pergi menggunakan sampan. Ia membawa tombak bermata tiga dan lampu minyak tanah. Lampu yang menyala dipautkan di ujung depan sampan, sehingga memudahkan ayah Marlina melihat ikan di kegelapan malam.

Ayahnya mengayuh sampannya hingga ke tempat ikan biasanya berkumpul di malam hari. Saat terlihat, tombak akan langsung ditusukkan ke arah ikan-ikan tersebut. Sampai terasa cukup, sampan akan dikayuh lagi kembali menepi.

Sebagian ikan yang didapat akan dibakar untuk makan malam. Sebagian lagi untuk dimakan esok hari.

lubuk larangan
Foto: Sonny Mumbunan/WRI

“Paling enak pakai ikan baung, tak banyak duri. Tapi disini jarang dapat ikan itu,” sahut Marlina.

Ikan juga akan sulit dicari ketika air sungai sedang pasang. Sehingga harus membeli ikan di pasar desa lain.

Jusman, Pemangku Adat Kenegerian Songgan mengatakan sambal yang dituakan ini selalu hadir di setiap acara desa. Baik acara pribadi, acara ninik mamak, acara kesukuan, hingga kenduri.

“Mau ada daging kerbau, daging sapi, sambal bekacau tetap ada. Semua orang hobi (makan) sambal tu,” kata lelaki yang diberi gelar Datuk Pucuk tersebut.

Selain acara besar, Lina juga sering menghidangkan sambal bekacau saat jamuan makan untuk tamu. Oyon, adik Lina, adalah pengurus Kelompok Kerja Ekowisata Batu Bolah Desa Batu Sanggan. Hal itu membuat Oyon sering membawa wisatawan ke rumahnya. Di saat seperti itu, Lina akan memberikan sambal bekacau untuk dimakan bersama.

Wisatawan ramai hadir biasanya saat perayaan Cukou, yakni tradisi membuka lubuk larangan — tempat masyarakat tidak boleh mengambil ikan kecuali saat perayaan. Lubuk tersebut dibatasi dengan tali yang membentang dari tepi sampai seberang sungai. Saat itulah biasanya masyarakat akan panen banyak ikan dan membuat sambal bekacau.

piyau
Foto: ninoeschan.blogspot.com


Wisatawan yang ingin mengunjungi Desa Batu Sanggan harus melalui dua jalur; darat dan air. Jika berangkat dari Pekanbaru — Ibukota Provinsi Riau, harus melewati Lipat Kain menuju Desa Gema. Menempuh sekitar dua jam tiga puluh menit, menggunakan kendaraan roda dua.

Dari Desa Gema, pengunjung sudah mulai menggunakan piyau (perahu) yang akan menyusuri Sungai Subayang. Sepanjang perjalanan, mata akan dimanjakan dengan dua bukit yang mengapit, yakni Bukit Rimbang dan Bukit Baling.

Waktu tempuh jalur air sekitar satu jam. Piyau akan berhenti di dermaga desa yang dihiasi banyak piyau lain di tepian. Gapura bertuliskan nama desa pun menjadi tanda bahwa pengunjung telah sampai.

Artikel ini ditulis oleh Rizky Ram - Riau

bekacau sambal kuliner

Berita Video