Ketersebaran pulau di Indonesia membuat negara tanah surga ini memiliki tingkat kulineritas yang bervariasi. Mulai dari nasi padang, nasi goreng, nasi uduk, nasi gudeg, hingga nasi pecel. Nasi pecel sendiri masih terbagi lagi berdasarkan kekhasan kota masing-masing, seperti nasi pecel khas Blitar; Madiun; hingga Kediri.
Jika tengah berada di kota Malang atau sekitarnya dan mencintai kuliner pecel, ada baiknya mencoba kuliner pecel legendaris kota Malang yang bernama ‘Nasi Pecel Pak Mul’. Kuliner legendaris ini dapat ditemui di Jalan Tanimbar nomor 33, Malang. Jika masih kesulitan, cukup mencari SMKN 4 Malang. Warung Nasi Pecel Pak Mul tepat berada di depannya. Apa yang membuat kuliner ini istimewa?
Foto: brisik.id/Akhmad Idris
Lauk Tempe Versi Jumbo dan Varian Pecel Lodeh
Keistimewaan pertama dari pecel Pak Mul ini adalah sajian lauk tempe dengan versi jumbo (ukuran lebih besar dari tempe pada umumnya). Tak peduli rasanya memuaskan atau tidak, hal-hal unik selalu dapat mencongkel rasa penasaran seseorang. Agaknya ini adalah satu di antara strategi penjual untuk menarik pelanggan, dan secara penilaian pribadi rasa tempe versi jumbo ini lumayan enak kok.
Selain keunikan lauk tempe, terdapat satu hal unik lagi dari warung pecel ini, yakni varian menu pecel lodeh. Jika pada umumnya nasi pecel hanya menggunakan sayur taoge serta kangkung/sawi yang ditaburi bumbu kacang, maka pada varian menu pecel lodeh masih ditambahi sayur lodeh. Bagaimana rasanya? Jawaban terbaik atas pertanyaan ini adalah silakan mencobanya sendiri.
Foto: brisik.id/Akhmad Idris
Bernuansa Warung Sederhana, Tak Terpengaruh Konsep Kekinian
Keistimewaan berikutnya dari warung pecel Pak Mul adalah pemertahanan konsep warung sederhana, tidak terpengaruh dengan kebanyakan warung-warung yang mengusung konsep modernitas. Tatanan meja-meja panjang dengan kursi-kursi plastik tetap masih membawa kesan klasik dan nyaman, tanpa perlu muluk-muluk dengan meja dan kursi - ala-ala restoran Eropa yang tengah digandrungi anak-anak muda masa kini.
Tak hanya itu, ornamen yang digunakan untuk melengkapi kelengkapan ruangan juga hiasan-hiasan khas masyarakat dahulu, yakni lukisan pemandangan, pertanian, dan kaligrafi model zaman dahulu. Menikmati makanan di warung seakan mengenang kembali kearifan masyarakat zaman dulu, lengkap beserta kesederhanaanya dan kebijaksanaannya. Bukankah di tengah kondisi yang serba global seperti saat ini, nuansa tradisional menjadi hal-hal yang dirindui karena kelangkaannya.
Foto: brisik.id/Akhmad Idris
Meskipun Legendaris, Harganya Tidak Membuat Kantong Menangis
Keistimewaan yang terakhir uyydari warung pecel Pak Mul (keistimewaan yang maha penting dalam urusan apapun sih) yaitu standardisasi harga yang masih dan semoga selalu berpihak pada kaum-kaum yang mudah terkena kantong kering. Nasi pecel dengan porsi paling standar dipatok dengan harga sepuluh ribu rupiah. Bagi yang takut mengalami kejadian ‘membeli kucing dalam karung’ tak perlu khawatir, sebab daftar menu beserta harganya sudah dipajang seperti baliho di dalam ruangan.
Saking legendarisnya pecel ini, juga dijual bumbu pecel seberat 1 kg dengan harga seratus empat puluh ribu rupiah. Hal ini menjadi bukti bahwa pecel Pak Mul bukan pecel kaleng-kaleng. Selain bumbu pecel, Pak Mul juga menjual peyek seberat 1 kg dengan harga seratus empat puluh ribu rupiah juga.
Bagi generasi milenial yang mendambakan spot-spot selfie yang instagramable, tempat ini sangat tidak direkomendasikan karena tempat ini lebih cocok bagi orang-orang yang lebih mengutamakan kenikmatan lidah daripada kenikmatan mengunggah.