Foto: Instagram.com/safaribarbar
Wilayah Negara Indonesia yang begitu luas, menciptakan keberagaman suku bangsa yang sangat beragam. Menurut sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, terdapat sebanyak 1.340 suku bangsa yang hidup beriringan di Indonesia. Dari ribuan suku bangsa yang ada di Indonesia inilah yang membuat negara kita sangat kaya akan budaya lokal. Setiap daerah memiliki kebudayaannya sendiri dengan keunikannya masing-masing. Salah satunya adalah kesenian Dongkrek yang merupakan kesenian khas Kabupaten Madiun yang berada di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Madiun sendiri memiliki berbagai macam kesenian yang masih eksis hingga sekarang. Namun kesenian Dongkrek tetap memiliki keunikannya sendiri yang sangat menarik untuk dibahas.
Foto : Instagram.com/oreonikmat
Kesenian Dongkrek merupakan kesenian khas Kabupaten Madiun, kesenian ini lebih tepatnya berasal dari Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Kesenian Dongkrek pada dasarnya adalah kesenian berupa tarian dengan iringan musik yang digunakan sebagai media untuk menolak bala. Istilah Dongkrek sendiri tercipta karena salah satu alat musik pengiringnya mengeluarkan suara ‘krek’, yang mana alat musik ini disebut sebagai korek. Selain suara dari alat musik korek, suara ‘dung’ yang dihasilkan dari alat musik bedug juga menjadi pengiring tarian dongkrek. Suara ‘dung’ dan ‘krek’ inilah yang kemudian menjadi asal-usul mengapa kesenian ini disebut sebagai kesenian Dongkrek. Selain kedua alat musik tersebut, seiring perkembangan jaman alat musik pengiring kesenian dongkrek menggunakan beberapa alat musik lain seperti gong, kenung hingga kentongan.
Kesenian Dongkrek merupakan kesenian khas Kabupaten Madiun, kesenian ini lebih tepatnya berasal dari Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Kesenian Dongkrek pada dasarnya adalah kesenian berupa tarian dengan iringan musik yang digunakan sebagai media untuk menolak bala. Istilah Dongkrek sendiri tercipta karena salah satu alat musik pengiringnya mengeluarkan suara ‘krek’, yang mana alat musik ini disebut sebagai korek. Selain suara dari alat musik korek, suara ‘dung’ yang dihasilkan dari alat musik bedug juga menjadi pengiring tarian dongkrek. Suara ‘dung’ dan ‘krek’ inilah yang kemudian menjadi asal-usul mengapa kesenian ini disebut sebagai kesenian Dongkrek. Selain kedua alat musik tersebut, seiring perkembangan jaman alat musik pengiring kesenian dongkrek menggunakan beberapa alat musik lain seperti gong, kenung hingga kentongan.
Kesenian Dongkrek awalnya tercipta pada sekitar tahun 1867 pada masa kepemimpinan Raden Ngabehi Lho Prawiradipuro sebagai kepala desa di masa itu. Almarhum Ngabehi Lho Prawirodipuro pada masa itu menciptakan kesenian dongkrek untuk menenangkan masyarakatnya yang saat itu sedang menghadapi pageblug (wabah). Pada masa itu, Dongkrek menjadi media sebagai penolak bala yang biasanya dipertunjukkan pada waktu-waktu tertentu, seperti saat memasuki tanggal 1 Muharam (Tahun Baru Islam). Pada awal kemunculannya, kesenian Dongkrek berkembang cukup pesat dan amat disukai oleh masyarakat. Namun kepopuleran Dongkrek juga mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan dinamika politik yang ada di Madiun. Kesenian Dongkrek pernah dilarang untuk dipertunjukkan pada masa pemerintahan Belanda. Pemerintah Belanda takut jika kesenian Dongkrek terus berjalan akan menjadi kekuatan masyarakat untuk melawan pemerintahan Belanda. Pada masa kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Dongkrek dijadikan sebagai media untuk memperdaya masyarakat. Pertunjukan Dongkrek yang monoton juga membuat masyarakat bosan sehingga kesenian ini tidak sepopuler masa kejayaannya dulu. Itulah beberapa hal yang mengiringi pasang surut dari keberadaan kesenian Dongkrek di Madiun.
Foto : Instagram.com/dongkrek_cakramuda
Pada awal kemunculannya, kesenian Dongkrek berkembang cukup pesat dan amat disukai oleh masyarakat. Namun kepopuleran Dongkrek juga mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan dinamika politik yang ada di Madiun. Kesenian Dongkrek pernah dilarang untuk dipertunjukkan pada masa pemerintahan Belanda. Pemerintah Belanda takut jika kesenian Dongkrek terus berjalan akan menjadi kekuatan masyarakat untuk melawan pemerintahan Belanda. Pada masa kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Dongkrek dijadikan sebagai media untuk memperdaya masyarakat. Pertunjukan Dongkrek yang monoton juga membuat masyarakat bosan sehingga kesenian ini tidak sepopuler masa kejayaannya dulu. Itulah beberapa hal yang mengiringi pasang surut dari keberadaan kesenian Dongkrek di Madiun.
Pada kesenian Dongkrek terdapat tiga karakter, yaitu Genderuwo yang mengganggu masyarakat (pageblug), warga masyarakat yang digambarkan sebagai dua perempuan (Roro Ayu dan Roro Perot), dan pemimpin atau tokoh masyarakat (Palang). Ketiganya memakai topeng dengan ciri khas sesuai watak masing-masing karakter. Dalam pementasannya sendiri, Dongkrek bisa bersifat sakral dan juga bisa bersifat sebagai hiburan saja, tergantung dengan tujuan dari pementasan Dongkrek itu sendiri.
Pada kesenian Dongkrek terdapat tiga karakter, yaitu Genderuwo yang mengganggu masyarakat (pageblug), warga masyarakat yang digambarkan sebagai dua perempuan (Roro Ayu dan Roro Perot), dan pemimpin atau tokoh masyarakat (Palang). Ketiganya memakai topeng dengan ciri khas sesuai watak masing-masing karakter. Dalam pementasannya sendiri, Dongkrek bisa bersifat sakral dan juga bisa bersifat sebagai hiburan saja, tergantung dengan tujuan dari pementasan Dongkrek itu sendiri.
Foto : Instagram.com/dongkrek_cakramuda
Nah, itulah pembahasan singkat tentang kesenian Dongkrek yang berasal dari Kabupaten Madiun. Kesenian Dongkrek memiliki makna yang sangat kuat, memiliki keunikan tersendiri, dan sejarahnya juga sangat panjang. Namun saat ini kepopuleran kesenian Dongkrek menurun. Perkembangan jaman yang membuat banyak budaya asing masuk dengan mudah, sangat berbahaya bagi eksistensi budaya lokal, hal itu juga mempengaruhi eksistensi dari kesenian Dongkrek. Selain itu, pementasan Dongkrek yang monoton juga membuat masyarakat menjadi bosan dan tentunya membuat kepopuleran kesenian Dongkrek semakin menurun.
Artikel ini ditulis oleh Rangga Firmansyah