Foto: acs.org
Sebagai penikmat pedas, orang Indonesia biasanya sudah mahir mengetahui tingkat kepedasan sebuah cabai. Tapi pertanyaan selanjutnya, seberapa pedas?
Para ilmuwan dari Prince of Songkla University di Thailand yang dipimpin oleh Prof Warakorn Limbut, telah mengembangkan sebuah perangkat yang dapat mengungkapkan seberapa pedas cabai sebelum ada yang menggigitnya.
Perangkat bernama Chilica-Pod ini akan mendeteksi capsaicin, senyawa kimia aktif dalam cabai yang memberikan rasa pedas pada cabai. Capsaicin terdapat di kelenjar kecil pada plasenta cabai yang mirip lapisan spons putih di dalam cabai.
Prof Limbut dan rekannya ingin mengembangkan metode yang sederhana, akurat, dan murah untuk mengukur kandungan capsaicin pada cabai dan sampel makanan. Sebab beberapa metode lain yang telah dikembangkan untuk tujuan ini terlalu rumit, memakan waktu atau membutuhkan instrumen yang besar dan mahal.
Cara kerjanya, perangkat ini dicolokkan ke port USB-C yang ada di smartphone. Perangkatnya sendiri dilengkapi dengan sensor berbasis kertas yang dapat membaca sampel cabai yang dicampur dengan etanol. Chilica-Pod menggabungkan perangkat berbentuk cabai merah, sensor yang dapat diganti, dan aplikasi smartphone terkait. Lewat aplikasi, pengguna bisa melihat skor kepedasan cabai, mengungkapkan tingkat capsaicin
Foto: news.trueid.net
Mungkin saja teknologi ini setelah dikomersialkan dapat membantu mendeteksi keganasan cabai yang memiliki penampilan serupa tetapi memiliki tingkat kepedasan yang berbeda.
Tingkat kepedasan cabai diukur dalam skala yang dikenal dengan nama Scoville Heat Units (SHU). Cabai terpedas yang memiliki nilai SHU tertinggi adalah Carolina Reaper dengan nilai 2.200.000 SHU.
Sebagai perbandingan, cabai rawit yang biasa Teman Brisik makan sehari-hari bersama gorengan, memiliki nilai SHU 100.000. Jadi bisa bayangkan bagaimana pedasnya Carolina Reaper.
Foto: en.wikipedia.org
Keganasan Carolina Reaper ini pernah dirasakan oleh seorang pria di AS pada 2018 lalu. Ia harus dirawat di rumah sakit karena sakit kepala dan leher yang menyiksa setelah mencoba memakan Carolina Reaper dalam kompetisi makan cabai.
Kejadian yang sama juga dialami oleh seorang pria Inggris, Mark McNeil, pada 2016. Ia dirawat di rumah sakit setelah makan sayap ayam yang disiram saus yang mengandung cabai Carolina Reaper. (red)
Para ilmuwan dari Prince of Songkla University di Thailand yang dipimpin oleh Prof Warakorn Limbut, telah mengembangkan sebuah perangkat yang dapat mengungkapkan seberapa pedas cabai sebelum ada yang menggigitnya.
Perangkat bernama Chilica-Pod ini akan mendeteksi capsaicin, senyawa kimia aktif dalam cabai yang memberikan rasa pedas pada cabai. Capsaicin terdapat di kelenjar kecil pada plasenta cabai yang mirip lapisan spons putih di dalam cabai.
Prof Limbut dan rekannya ingin mengembangkan metode yang sederhana, akurat, dan murah untuk mengukur kandungan capsaicin pada cabai dan sampel makanan. Sebab beberapa metode lain yang telah dikembangkan untuk tujuan ini terlalu rumit, memakan waktu atau membutuhkan instrumen yang besar dan mahal.
Cara kerjanya, perangkat ini dicolokkan ke port USB-C yang ada di smartphone. Perangkatnya sendiri dilengkapi dengan sensor berbasis kertas yang dapat membaca sampel cabai yang dicampur dengan etanol. Chilica-Pod menggabungkan perangkat berbentuk cabai merah, sensor yang dapat diganti, dan aplikasi smartphone terkait. Lewat aplikasi, pengguna bisa melihat skor kepedasan cabai, mengungkapkan tingkat capsaicin
Foto: news.trueid.net
Mungkin saja teknologi ini setelah dikomersialkan dapat membantu mendeteksi keganasan cabai yang memiliki penampilan serupa tetapi memiliki tingkat kepedasan yang berbeda.
Tingkat kepedasan cabai diukur dalam skala yang dikenal dengan nama Scoville Heat Units (SHU). Cabai terpedas yang memiliki nilai SHU tertinggi adalah Carolina Reaper dengan nilai 2.200.000 SHU.
Sebagai perbandingan, cabai rawit yang biasa Teman Brisik makan sehari-hari bersama gorengan, memiliki nilai SHU 100.000. Jadi bisa bayangkan bagaimana pedasnya Carolina Reaper.
Foto: en.wikipedia.org
Keganasan Carolina Reaper ini pernah dirasakan oleh seorang pria di AS pada 2018 lalu. Ia harus dirawat di rumah sakit karena sakit kepala dan leher yang menyiksa setelah mencoba memakan Carolina Reaper dalam kompetisi makan cabai.
Kejadian yang sama juga dialami oleh seorang pria Inggris, Mark McNeil, pada 2016. Ia dirawat di rumah sakit setelah makan sayap ayam yang disiram saus yang mengandung cabai Carolina Reaper. (red)