Bukan tanpa alasan jika Alun-Alun Tugu dianggap sebagian besar orang sebagai ikon yang paling mentereng jika dibanding tempat wisata lainnya di Kota Malang. Selain karena menjadi logo resmi Pemerintah Kota Malang, lokasi Alun-Alun Tugu juga sangat strategis.
Berada tak jauh dari Stasiun Kotabaru, Alun-Alun Tugu sudah bisa dilihat dari depan Stasiun Kotabaru oleh wisatawan. Selain menjadi objek wisata, Alun-Alun Tugu juga menjadi cagar budaya karena termasuk tiga Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda, selain Taman Cerme dan Alun-Alun Malang.
Foto: brisik.id
Alun-Alun Tugu beralamat di Jalan Tugu. Tempatnya masih satu kesatuan dengan kantor perangkat pemerintahan seperti Balai Kota Malang dan Gedung DPRD Kota Malang sehingga akses menuju ke sana tentu kelewat mudah. Selain dengan jasa taksi dan ojek online, wisatawan juga dapat menumpang angkutan kota (angkot) bertrayek AL, ADL, ABG (turun di Stasiun Kotabaru), dan AT (turun di Masjid Jenderal Ahmad Yani di Jalan Kahuripan). Bagi yang membawa kendaraan pribadi, tersedia parkir di depan SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 4 Malang untuk mobil dan sepeda motor.
Rumah makan yang dapat direkomendasikan saat berkunjung ke Alun-Alun Tugu antara lain, Rumah Makan Inggil di Jalan Gajahmada (belakang Balai Kota Malang), Resto Kertanegara di Jalan Kertanegara, dan Sentra Kuliner Jalan Sriwijaya (depan Stasiun Kotabaru). Restoran lainnya yang dapat dijumpai adalah SaigonSan Restaurant, Cinnamon Kitchen & Coffee, dan Restoran Melati yang semuanya terletak di Jalan Kahuripan.
Foto: brisik.id
Jika berkunjung ke Alun-Alun Tugu di pagi hari, dapat dijumpai jajanan kaki lima yang pas untuk sarapan pagi seperti kue rangin di depan SMA Negeri 4 Malang dan ketan bubuk di depan Aula Skodam. Harga kedua penganan tradisional ini cukup miring. Ketan bubuk dijual seharga Rp5.000 per bungkus dan kue rangin seharga Rp4.000 per bungkus.
Beragam penginapan juga tersedia di sekitar Alun-Alun Tugu. Selain Hotel Tugu yang berada di sisi barat Alun-Alun Tugu, penginapan yang direkomendasikan adalah Splendid Inn (Jalan Mojopahit), Hotel Aloha (Jalan Sultan Agung), Hotel Kartika Kusuma, dan Hotel Sahid Montana 1. Dua hotel terakhir sama-sama berlokasi di Jalan Kahuripan (barat Alun-Alun Tugu).
Tempat ini merupakan Alun-Alun Bunder yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1919. Kata “bunder” diambil dari bahasa Jawa yang bermakna “lingkaran/bulat”. Alun-Alun Bunder saat itu dinamakan Alun-Alun JP Coen sebagai penghormatan kepada Jan Pieterzoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Foto: ngalam.co
Alun-Alun Bunder saat itu masih berupa taman terbuka dengan air mancur biasa, belum berpagar beton dan ada tugunya seperti sekarang. Tugu baru dibangun pasca kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 17 Agustus 1946. Sempat dihancurkan oleh tentara Belanda yang menggeber Agresi Militer 2 pada tahun 1947, Tugu akhirnya rampung dikerjakan dan diresmikan oleh presiden pertama RI, Bung Karno, di tahun 1953.
Tugu bercat hitam dan berbentuk bambu runcing, menyimbolkan perjuangan Arek-Arek Malang dalam mengusir tentara Belanda dari Bhumi Arema khususnya. Di bawah Tugu ada relief melingkar citra Bung Karno, Bung Hatta, dan teks Proklamasi Kemerdekaan yang dicat warna merah dan hitam. Relief tersebut mengingatkan pada proses Proklamasi Kemerdekaan di tahun 1945 dan tanggal dimulainya pembangunan Tugu, yaitu 17 Agustus 1946.
Foto: macigo.com
Tampilan Alun-Alun Tugu saat ini sudah sangat lengkap dan cantik. Alun-Alun ini dikelilingi pagar beton berwarna hitam, senada dengan warna Tugu. Kolam yang mengelilingi Tugu dihiasi oleh bunga teratai berwarna merah dan putih.
Beragam bunga dan tanaman hias juga mewarnai sekeliling area Alun-Alun Tugu. Sejumlah kursi panjang berbahan besi juga tersedia di sejumlah sudut alun-alun sebagai tempat duduk para pengunjung. Tak hanya itu, jika wisatawan berkunjung pada malam hari, wisatawan akan mendapati sejumlah lampu taman berbentuk bunga dan tumbuhan yang menambah apik suasana.