Ekowisata Hutan Mangrove Tanjung Batu, Lombok

Food & Travel 10 Juli 2020

lombok mangrove ekowisata

Foto: brisik.id


Ekosistem hutan mangrove atau hutan bakau hampir bisa ditemukan di pesisir pantai seluruh pulau di Indonesia. Ekosistem ini selalu bisa menjadi destinasi wisata unik yang sekaligus bersifat informatif dan edukatif, selain sebagai tempat menggantungkan hidup bagi mereka yang tinggal di wilayah pesisir.

Lombok yang terkenal dengan julukan Pulau Seribu Masjid serta dikenal sebagai surganya pantai juga memiliki zona ekosistem hutan mangrove yang tersebar di beberapa titik.

Salah satunya adalah kawasan Hutan Mangrove Tanjung Batu yang terletak di Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Meski terbilang baru, karena baru mulai dibangun sejak bulan November 2019 dan baru saja dibuka pada 4 Juni 2020, kawasan wisata seluas lima belas hektar ini menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Sekotong, yang kini banyak menarik kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.

Untuk sampai ke destinasi wisata ini hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Mataram dan sekitar 1,5 jam dari Bandara Internasional Lombok (BIL). Jika berangkat dari Kota Mataram, sederetan pemandangan alam yang memanjakan mata akan menemani perjalanan kita sampai ke tujuan. Kondisi akses jalannya juga sudah sangat baik.

Pengunjung dengan mudah bisa melihat lokasi wisata ini karena berada persis di pinggir jalan di tikungan jalan utama. Tiba di lokasi wisata ini, kita akan disambut tulisan selamat datang di lokasi Ekowisata Mangrove Tanjung Bantu.

Tiket masuknya pun sangat murah, hanya Rp.3.000 per orang, itu sudah termasuk biaya parkir kendaraan.

mangrove

Destinasi wisata ini menawarkan pilihan fasilitas yang beraneka ragam, seperti misalnya jembatan penyeberangan yang menembus lebatnya area hutan mangrove, spot-spot menarik untuk berfoto, menara observasi setinggi 13 meter, sampai kuliner khas ekosistem mangrove seperti udang, ikan dan kepiting hasil tangkapan para nelayan.

Di lokasi, kita bisa langsung masuk ke hutan mangrove dengan melintasi jembatan sepanjang ratusan meter. Jembatan kayu ini juga sudah dipercantik dengan cat warna warni sehingga semakin menambah daya tarik kawasan ini.



mangrove

Di sepanjang jembatan yang masuk ke dalam hutan mangrove juga disediakan beberapa spot foto dan tempat duduk untuk pengunjung yang ingin beristirahat sejenak. Semua fasilitas yang tersedia merupakan hasil kerja tangan kreatif para pemuda setempat.

warung apung

Di kawasan hutan ini juga disediakan warung apung dan berugak untuk para pengunjung. Warung apung ini menyediakan berbagai macam makanan dan minuman serta makanan ringan, lokasinya yang dibangun di atas laut dengan dikelilingi hijau dan rimbunnya hutan mangrove, menciptakan sensasi tersendiri dan atmosfer yang menyejukkan tatkala kita menyantap hidangan yang disajikan.

Bagi para fotografer pemburu kehidupan alam liar, Kawasan ini juga merupakan spot yang luar biasa untuk dijadikan lahan berburu foto satwa-satwa liar penghuni mangrove. Karena setiap tahunnya kawasan ini sering menjadi tempat singgah bagi sejumlah spesies burung yang sedang bermigrasi.

mangrove

Selain menawarkan keindahan alam serta beragam fasilitas yang menarik, kawasan ini juga memberikan peluang edukatif bagi para pengunjung yang ingin berpartisipasi ikut serta menjaga kelestarian ekosistem ini dengan menanam bibit mangrove.

Untuk rencana kedepannya, pihak pemerintah desa berencana membangun warung terapung yang mengelilingi kawasan hutan mangrove ini. Rencananya warung makan ini akan mengusung konsep klasik yang dikombinasikan dengan sentuhan milenial, berikut juga dengan rencana penambahan sejumlah spot foto yang menarik.

Bagi pengunjung yang ingin menginap, di sekitar lokasi tidak ada penginapan. Pengunjung harus bergerak ke arah Pantai Tawun Berugak yang masih ada di Jalan Raya Sekotong dengan jarak tempuh sekitar 6 km. Di sana ada ragam penginapan seperti Coral Palms dengan tarif Rp312 ribu per malam, atau Silver Fern Beach Retreat dengan tarif Rp675 ribu per malam.
Artikel ini ditulis oleh Adhista

lombok mangrove ekowisata

Berita Terkait

Berita Video