Berbicara mengenai wisata kampung lawas, di kota Surabaya terkenal memiliki segudang wilayah yang mendapat predikat sebagai kampung lawas. Hal ini tidak mengherankan mengingat kota Surabaya sendiri merupakan salah satu kota di Indonesia yang sarat akan sejarah bangsa sejak zaman kerajaan hingga pada era kolonialisme Belanda. Hingga kini beragam kampung lawas di kota yang memiliki julukan sebagai kota pahlawan ini masih cukup terjaga kelestariannya bahkan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata bertemakan sejarah yang ada di kota Surabaya.
Foto : Brisik.id/Zahir
Kali ini teman brisik akan diajak untuk mengunjungi salah satu kawasan perkampungan lawas di Surabaya yang terkenal sebagai salah satu kampung yang mendapatkan namanya dari produk perekonomian yang dihasilkan perkampungan ini di masa lalu. Penasaran bukan? nama kampung ini adalah Kampung Plampitan.
Sejarah Singkat
Kampung Plampitan sendiri merupakan salah satu kampung tua yang ada di kawasan perkampungan tua Surabaya di daerah Peneleh. Lokasinya bahkan cukup berdekatan dengan Kampung lawas Peneleh dan Pandean. Nama Kampung Plampitan sendiri diambil karena pada zaman kolonial Belanda kampung ini menjadi sentra pembuatan tikar pada saat itu, diambil dari kata "Lampit" yang berarti tikar. Namun sayang kini sudah tidak dapat ditemukan lagi jejak sentra pembuatan tikar di kampung ini selain nama yang disematkan masyarakat Surabaya dalam menamai tempat tersebut.
Foto : Brisik.id/Zahir
Kampung Plampitan ini berada di sepanjang Jalan Achmad Jais, Kelurahan Peneleh, Kec. Genteng. Untuk menuju ke lokasinya teman brisik dapat mengambil rute dari Jalan Semut Kali kemudian lurus saja menuju perempatan antara Jalan Pasar Besar dan Jalan Jagalan, kemudian tinggal lurus menuju ke Jalan Peneleh lalu berjalan lurus kurang lebih 1 km. kemudian setelah melihat Jembatan Peneleh di seberang kanan jalan teman brisik lurus saja mengikuti jalan kurang lebih 300 meter menuju ke arah Jalan Achmad Jais, area masuk Kampung Plampitan sendiri berada di kiri jalan yang menjadi patokannya teman brisik akan menemukan papan penanda jalan di beberapa gang yang menunjukkan lokasi kampung ini.
Penuh dengan Bangunan kuno Bergaya Kolonial dan Jawa
Area kampung Plampitan ini sendiri dipenuhi dengan banyak rumah warga yang masih mempertahankan arsitektur asli bangunannya yang merupakan perpaduan Jawa dan kolonial. Selain itu di sini juga ada sebuah rumah yang cukup iconic yakni Rumah kelahiran dari Roeslan Abdulgani, beliau merupakan salah satu tokoh pejuang di kota Surabaya. Rumah ini juga difungsikan sebagai museum serta kafe tempat menjual beragam minuman.
Foto : Brisik.id/Zahir
Selain itu area kampung ini juga terdapat dua buah makam kuno yang diyakini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Makam ini adalah tempat peristirahatan terakhir dari Kyai Pasoepati beserta istrinya. Beliau sendiri merupakan sesepuh kampung yang juga merupakan murid dari sunan Ampel. Namun sayang tidak banyak diketahui sejarah tentang beliau, lokasi makamnya tepat berada di depan mulut gang kampung plampitan, kondisi makam ini cukup terawat dengan baik dengan diberikan pagar pembatas.
Foto : Brisik.id/Zahir
Suasana di kampung ini sendiri cukup asri dan sejuk karena dipenuhi oleh beragam pepohonan dan tanaman, selain itu kampung ini sering kali dijadikan tempat penelitian sejarah dan juga tempat pergelaran acara-acara budaya dan sejarah yang umumnya sering dilakukan ketika memperingati hari besar nasional.
Foto : Brisik.id/Zahir
Di sekitar Kampung ini juga terdapat beberapa warung yang menjual beragam makanan seperti Rujak Cingur, Nasi Goreng dan aneka penyetan serta beberapa angkringan. Bagi teman brisik yang memerlukan fasilitas menginap di dekat Kampung Plampitan terdapat beberapa penginapan yang dapat digunakan. Salah satunya adalah RedDoorz @ Genteng Surabaya 2 yang berada di jalan Achmad Jais No. 5. Untuk tarif menginapnya sendiri mulai dari Rp97.000 per malam.