Foto: brisik.id
Bukittinggi sudah lama dikenal sebagai salah satu tujuan wisata favorit di Sumatera Barat. Hampir setiap masa liburan kawasan kota kecil di dataran tinggi Bukit Barisan ini ramai dikunjungi oleh para pelancong, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Ada beragam destinasi yang bisa disambangi di sana, selain memiliki hawa sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat celcius yang membuat nyaman.
Ada Taman Lobang Jepang, bekas penjara yang menyimpan sejarah kekejaman pendudukan Jepang di Indonesia. Ada benteng Fort De Kock yang jadi saksi bisu Perang Paderi sekitar 200 tahun lalu. Juga, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan yang sudah ada sejak tahun 1929, termasuk kebun binatang tertua di Indonesia. Ada pula Ngarai Sianok dengan panorama lembah yang memukau.
Foto: brisik.id
Berusia Hampir 100 Tahun
Wisata paling fenomenal di Bukittinggi tentu saja menara Jam Gadang, yang sudah menjadi landmark kota Bukittinggi, bahkan sekaligus ikon pariwisata Sumatera Barat. Bangunan ini memang punya sejarah panjang dan banyak keunikan. Saat ini, usia menara jam besar di tengah kota tersebut sudah mencapai hampir 100 tahun, tepatnya 94 tahun, sejak dibangun sekitar tahun 1926 silam.
Padahal, menara karya arsitek putra Minangkabau, Yazid Abidin itu dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen. Bangunannya hanya terdiri dari campuran kapur, putih telur dan pasir putih yang menjadi perekat bebatuan pada fondasi dan dindingnya. Meski begitu, ternyata pembangunannya menghabiskan biaya hingga 3000 gulden; nilai yang cukup besar pada masa itu.
Foto: brisik.id
Keunikan lain ada di salah satu angka romawi pada angka jam tersebut. Jika angka romawi untuk angka empat biasanya ditulis “IV”, maka di Jam Gadang malah tertulis “IIII”. Menurut cerita orang-orang tua di Bukittinggi, penulisan angka empat romawi yang aneh itu sebagai simbol jumlah para pekerja bangunan yang meninggal saat pembangunannya, meski tak ada yang tahu kepastiannya.
Hanya Ada 2 di Dunia
Konon lagi, mesin jam yang terpasang pada menara Jam Gadang hanya ada dua di dunia. Menurut sejarah, kembaran dari mesin jam tersebut adalah yang saat ini terpasang di Menara Big Ben, London. Mesin jam yang terbuat dari tembaga dan besi kuningan dengan merek Brixlion ini diketahui dibuat di Jerman oleh salah satu pabrik jam yang berada di distrik Recklinghausen pada zaman dulu.
Foto: brisik.id
Petunjuk asal-usul Jam Gadang ini bisa ditemukan pada bagian mesin dan loncengnya. Pada bagian roda gigi jam terdapat tulisan cetak timbul bertuliskan “B Vortmann, Recklinghausen – 1926.” Kemudian, pada loncengnya juga terukir tulisan “Aba B Vortmann T fabrik L.W. Germany”. Nah, B Vortmann itu ternyata adalah nama orang yang merupakan pembuat mesin Jam Gadang tersebut.
Jam Gadang diceritakan menjadi hadiah Ratu Belanda IV Wilhelmina untuk Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi zaman pendudukan Belanda dahulu. Hadiah ini sebagai bentuk penghargaan dari ratu terhadap hasil kerjanya dalam memimpin wilayah Bukittinggi. Jam itu dikirim dari Rotterdam, Belanda, dan mendarat di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang pada 5 Oktober 1926.
2 Jam dari Padang
Bukittinggi berjarak tidak begitu jauh dari kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, hanya sekitar 90 km dengan waktu tempuh lebih kurang 2 jam. Jika menumpang bus umum, cukup dengan mengeluarkan ongkos Rp20 ribu. Tepat di pusat kota kecil tersebut, menara Jam Gadang berdiri kokoh di tengah Taman Sabai nan Aluih, persis di depan Gedung Pertemuan Dr Muhammad Hatta.
Foto: brisik.id
Menara empat tingkat itu memiliki tinggi 26 meter. Setiap sisi terpasang jam besar diameter 80 cm, dengan puncak atap bagonjong khas Rumah Gadang. Jika beruntung, Anda bisa menaiki menara Jam Gadang hingga ke puncaknya, di mana mesin jam besar itu terpasang. Dari puncaknya itu, tampaklah panorama kota Bukittinggi yang dipagari dua gunung besar, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang.
Puas berwisata, jangan lupa menikmati kuliner khas Minang yang tersedia lengkap di Los Lambuang, Pasar Ateh, tak jauh dari lokasi Jam Gadang. Pesanlah sepiring nasi kapau dengan gulai itiak lado ijau (gulai itik sambal hijau) atau gulai tambusu (usus sapi dengan adonan telur), dan segelas teh talua (teh telur). Sebagai oleh-oleh, ada banyak pilihan miniatur Jam Gadang di pasar tradisional ini.
Jika ingin bermalam, ada Grand Rocky Hotel Bukittinggi atau Novotel Bukittinggi sebagai salah satu pilihan terbaik dengan biaya berkisar Rp700-800 ribu per malam. Selain itu, masih ada banyak hotel dan penginapan murah lainnya di kota ini, mulai harga Rp 100 ribuan. Nah, panorama Jam Gadang pada malam hari pun tak kalah luar biasa memukau, dengan taman air mancur berwarna-warni.
Ada Taman Lobang Jepang, bekas penjara yang menyimpan sejarah kekejaman pendudukan Jepang di Indonesia. Ada benteng Fort De Kock yang jadi saksi bisu Perang Paderi sekitar 200 tahun lalu. Juga, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan yang sudah ada sejak tahun 1929, termasuk kebun binatang tertua di Indonesia. Ada pula Ngarai Sianok dengan panorama lembah yang memukau.
Foto: brisik.id
Berusia Hampir 100 Tahun
Wisata paling fenomenal di Bukittinggi tentu saja menara Jam Gadang, yang sudah menjadi landmark kota Bukittinggi, bahkan sekaligus ikon pariwisata Sumatera Barat. Bangunan ini memang punya sejarah panjang dan banyak keunikan. Saat ini, usia menara jam besar di tengah kota tersebut sudah mencapai hampir 100 tahun, tepatnya 94 tahun, sejak dibangun sekitar tahun 1926 silam.
Padahal, menara karya arsitek putra Minangkabau, Yazid Abidin itu dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen. Bangunannya hanya terdiri dari campuran kapur, putih telur dan pasir putih yang menjadi perekat bebatuan pada fondasi dan dindingnya. Meski begitu, ternyata pembangunannya menghabiskan biaya hingga 3000 gulden; nilai yang cukup besar pada masa itu.
Foto: brisik.id
Keunikan lain ada di salah satu angka romawi pada angka jam tersebut. Jika angka romawi untuk angka empat biasanya ditulis “IV”, maka di Jam Gadang malah tertulis “IIII”. Menurut cerita orang-orang tua di Bukittinggi, penulisan angka empat romawi yang aneh itu sebagai simbol jumlah para pekerja bangunan yang meninggal saat pembangunannya, meski tak ada yang tahu kepastiannya.
Hanya Ada 2 di Dunia
Konon lagi, mesin jam yang terpasang pada menara Jam Gadang hanya ada dua di dunia. Menurut sejarah, kembaran dari mesin jam tersebut adalah yang saat ini terpasang di Menara Big Ben, London. Mesin jam yang terbuat dari tembaga dan besi kuningan dengan merek Brixlion ini diketahui dibuat di Jerman oleh salah satu pabrik jam yang berada di distrik Recklinghausen pada zaman dulu.
Foto: brisik.id
Petunjuk asal-usul Jam Gadang ini bisa ditemukan pada bagian mesin dan loncengnya. Pada bagian roda gigi jam terdapat tulisan cetak timbul bertuliskan “B Vortmann, Recklinghausen – 1926.” Kemudian, pada loncengnya juga terukir tulisan “Aba B Vortmann T fabrik L.W. Germany”. Nah, B Vortmann itu ternyata adalah nama orang yang merupakan pembuat mesin Jam Gadang tersebut.
Jam Gadang diceritakan menjadi hadiah Ratu Belanda IV Wilhelmina untuk Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi zaman pendudukan Belanda dahulu. Hadiah ini sebagai bentuk penghargaan dari ratu terhadap hasil kerjanya dalam memimpin wilayah Bukittinggi. Jam itu dikirim dari Rotterdam, Belanda, dan mendarat di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang pada 5 Oktober 1926.
2 Jam dari Padang
Bukittinggi berjarak tidak begitu jauh dari kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, hanya sekitar 90 km dengan waktu tempuh lebih kurang 2 jam. Jika menumpang bus umum, cukup dengan mengeluarkan ongkos Rp20 ribu. Tepat di pusat kota kecil tersebut, menara Jam Gadang berdiri kokoh di tengah Taman Sabai nan Aluih, persis di depan Gedung Pertemuan Dr Muhammad Hatta.
Foto: brisik.id
Menara empat tingkat itu memiliki tinggi 26 meter. Setiap sisi terpasang jam besar diameter 80 cm, dengan puncak atap bagonjong khas Rumah Gadang. Jika beruntung, Anda bisa menaiki menara Jam Gadang hingga ke puncaknya, di mana mesin jam besar itu terpasang. Dari puncaknya itu, tampaklah panorama kota Bukittinggi yang dipagari dua gunung besar, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang.
Puas berwisata, jangan lupa menikmati kuliner khas Minang yang tersedia lengkap di Los Lambuang, Pasar Ateh, tak jauh dari lokasi Jam Gadang. Pesanlah sepiring nasi kapau dengan gulai itiak lado ijau (gulai itik sambal hijau) atau gulai tambusu (usus sapi dengan adonan telur), dan segelas teh talua (teh telur). Sebagai oleh-oleh, ada banyak pilihan miniatur Jam Gadang di pasar tradisional ini.
Jika ingin bermalam, ada Grand Rocky Hotel Bukittinggi atau Novotel Bukittinggi sebagai salah satu pilihan terbaik dengan biaya berkisar Rp700-800 ribu per malam. Selain itu, masih ada banyak hotel dan penginapan murah lainnya di kota ini, mulai harga Rp 100 ribuan. Nah, panorama Jam Gadang pada malam hari pun tak kalah luar biasa memukau, dengan taman air mancur berwarna-warni.
Artikel ini ditulis oleh Adela Eka Putra Marza