Food & Travel 20 April 2021
Foto: Foto : Brisik.id/Ropi Delau
Ada banyak bangunan tertinggi dan terbesar di dunia yang di jadikan sebagai objek wisata dan refreshing oleh siapa pun seperti Burj Khalifa, museum dan lain-lain. Namun, tidak semua bangunan bisa dijadikan sebagai tempat wisata meskipun dibangun dengan tinggi dan penuh kemegahan selagi tidak memiliki nilai sejarah yang layak dipelajari dan dikenang. Sebesar dan semegah apa pun sebuah bangunan akan tetap menjadi bangunan biasa jika tidak memiliki keunikan yang bisa menarik perhatian publik untuk dikunjungi. Beda halnya dengan sebuah ruang pameran yang berada di dalam wilayah Museum Pusaka Nias yang disebut menyimpan ratusan bahkan ribuan unit peninggalan nenek moyang yang terus diwariskan secara terus-menerus kepada generasi selanjutnya.
Peninggalan dari leluhur ini tersimpan dalam sebuah bangunan ala Eropa bernama ruang pameran (exhibition room). Ruang pameran yang berada di Jln. Yos Sudarso, No.134, Gunungsitoli selalu dipadati oleh pengunjung setiap harinya, tak kenal hari biasa maupun hari libur karena tempatnya yang dekat dari pusat kota, hanya sekitar 5 menit saja dari kota Gunungsitoli dan tentunya bisa diakses oleh berbagai jenis kendaraan yang bisa diparkir di halaman dari ruang pameran.
Exhibition Room sendiri dibangun ala bangunan Eropa yang terkenal kokoh, gagah, serta tahan gempa. Ruang pameran ini terbagi dalam 4 pavilion. Masing-masing pavilion diisi dengan koleksi yang berbeda-beda. Pavilion pertama berhubungan dengan keagungan masyarakat Nias pada zaman dahulu kala. Dalam ruangan ini mempersembahkan berbagai artefak seperti koleksi senjata dan perhiasan yang dimiliki sebagai lambang keagungan masyarakat Nias pada zaman dulu. Pavillion II memamerkan koleksi Owasa (pesta adat) seperti alat-alat perjamuan dan jenis perhiasan lainya. Owasa adalah pesta adat yang dilakukan oleh masyarakat kepulauan Nias dengan tujuan untuk menaikkan status sosialnya dalam bermasyarakat. Pavillion III memamerkan berbagai artefak kehidupan masyarakat Nias sehari-hari mulai dari alat-alat rumah tangga, alat pertukangan, alat-alat dapur sampai ke alat-alat musik tradisional.
Pavilion terakhir (IV) identik dengan ruang megalith. Di pavilion terakhir ini diisi berbagai macam batu megalith yang merupakan bagian dari budaya kehidupan orang Nias pada zaman dulu. Tak jarang juga di pavilion yang sama sering sekali di gunakan sebagai ruang presentasi, ceramah dan pendidikan budaya bagi para pengunjung khususnya bagi para siswa-siswi yang sedang belajar tentang budaya.
Foto : Brisik.id/Ropi Delau
Ruang pameran atau yang sering dikenal sebagai exhibition room ini menyimpan ribuan koleksi peninggalan sejarah keturunan nenek moyang Nias. Mulai dari alat-alat tradisional, pakaian tradisional, adat istiadat, bahkan sampai ke batu-batu megalitik yang diukir menggunakan alat-alat tradisional. Semua peninggalan ini menggambarkan kehidupan manusia (suku Nias) pada zaman dulu. Mengunjungi ruangan ini seakan membawa kita kembali pada kehidupan masyarakat orang Nias pada zaman dulu mulai dari alat-alat tradisional yang mereka gunakan setiap hari. Seperti jenis tombak yang digunakan untuk berburu serta beberapa peralatan lainya yang terbuat dari kayu dan batu yang kini tak lagi digunakan oleh generasi sekarang. Hal lain seperti pakaian tradisional yang dipakai sehari-hari oleh nenek moyang suku Nias masih tersimpan rapi di sana, seperti baju dan celana yang terbuat dari daun Ladari (tanaman lokal yang sering di anyam jadi baju maupun celana pada zaman dulu), sehingga baju dan celana yang terbuat dari daun ini dikenal sebagai Baju Ladari (baju tradisional yang terbuat dari daun ladari).
Koleksi bagian adat istiadat seperti sekapur sirih bisa ditemukan di bagian paling depan ruangan ini. Koleksi sekapur sirih sendiri terdiri dari beberapa bahan alami yang bisa ditemukan di wilayah kepulauan Nias seperti daun sirih, pinang, kapur, gambir, dan tembakau. kombinasi dari bahan-bahan di atas dibuat menjadi satu yang akhirnya menjadi Afo (sekapur sirih). Afo atau sekapur sirih merupakan sebuah tradisi kehidupan orang Nias yang disuguhkan pertama kali kepada setiap tamu yang datang ke rumah. Bahkan pada setiap acara apa pun sirih adalah hal yang pertama kali disuguhkan kepada para tamu. Jika Teman Brisik pernah mengikuti salah satu acara kebudayaan masyarakat Nias seperti acara pernikahan, pasti teman-teman tidak akan heran lagi karena tradisi itu masih diwariskan terus-menerus hingga saat ini.
Foto : Brisik.id/Ropi Delau
Exhibition Room merupakan spot utama yang harus dikunjungi bagi mereka yang tertarik mempelajari dan mengenal sejarah akan sebuah asal usul keturunan sebuah suku. Ruangan ini sering sekali dipadati oleh para siswa-siswi yang sedang belajar tentang sejarah akan sebuah daerah. Ruangan pameran ini di buka setiap hari Senin –Sabtu buka dari jam 08.00-17.00 WIB dan khusus hari Minggu dibuka mulai jam 12.30-17.30 WIB. Memasuki ruang pameran tidaklah gratis tapi harus membeli tiket seharga Rp10.000/orang yang dijual oleh petugas persis di ruangan utama gedung ini. Dengan membeli tiket, maka setiap pengunjung bebas menelusuri semua pavilion dan koleksi yang ada di dalam ruang pameran. Hal yang wajib diingat yaitu ada satu aturan yang tidak boleh dilakukan bagi setiap pengunjung selama berada di dalam ruang pameran yaitu tidak boleh mengambil gambar (tidak boleh berfoto) selama berada di ruang pameran. Ini bertujuan untuk menghindari plagiarisme atas ribuan koleksi yang tersimpan di sana yang kemudian nantinya ditakutkan akan diperjualbelikan kepada pihak lain dengan harga yang cukup fantastis.
Fasilitas lain seperti kantin dan coffee shop telah tersedia di sebelah ruang pameran. Berbagai menu seperti nasi goreng dibanderol dengan harga Rp.15.000 dan varian jus seharga Rp.15.000 dengan mudah didapatkan di sana. Bagi Teman Brisik yang ingin tinggal lebih lama dan hendak menginap, juga dengan mudah mendapatkan penginapan di Museum Nias Lodges & Guesthouse yang berada di Jln. Yos Sudarso No. 134. Penginapan ini masih berada dalam wilayah yang sama dengan ruang pameran. Tarif harga per malam mulai dari Rp50.000-Rp300.000.
Tags : nias miniatur tradisional artefak cagar budaya sejarah peninggalan leluhur brisik.id
Artikel ini ditulis oleh : Supertramp
Melihat lebih dekat benda-benda peninggalan keluarga Prabu Siliwangi atau Kerajaan Padjajaran.
06 Mei 2021
Dahulu kawasan ini merupakan bagian dari wilayah Pasar Besar atau dalam penyebutan kolonial Passar Besar Weg.
06 Mei 2021
Museum Gusjigang menawarkan wisata edukasi yang unik dan enjoyable.
06 Mei 2021
Voucher Rekomendasi
Penamaan menu yang unik membuat nama kedai ini tidak asing terdengar di seluruh Indonesia.
22 April 2021
Ada saja fasilitas baru yang bisa dinikmati dan tidak monoton alias itu-itu aja.
27 April 2021
Jadi teman makan sebagai pengganti kerupuk.
25 April 2021
Kudapan yang digemari warga Palembang selain pempek.
13 April 2021
Pantai unik di Kuantan Singingi.
14 Maret 2021
Pasar takjil yang lengkap dan bisa lanjut beribadah sesudah berbuka.
07 Mei 2021
Mencicipi mie tradisional dengan resep turun temurun di Cirebon.
07 Mei 2021
Serasa seperti orang bangsa Mongol atau Indian.
07 Mei 2021
Ngopi sambil di temanin iringan lagu dari para bang-band ini bisa banget di Kedai ini.
07 Mei 2021
Di sini merupakan tempat bersejarah dengan bangunan tua sebagai latarnya.
07 Mei 2021