Back to Nature, menjadi kesan yang pas untuk sedikit mendeskripsikan Tomboan Ngawonggo. Jika kamu mencari wisata alam sekaligus wisata sejarah, tempat ini adalah tempat yang cocok. Nama Tomboan berasal dari bahasa Jawa yang berarti tumbuhan. Seperti namanya, tempat ini mengolah hasil alam untuk dijadikan makanan dan minuman. Menurut pengelola, filosofi Tomboan memberikan contoh kepada para pengunjung untuk hidup sederhana dengan memanfaatkan alam sekitar untuk makan maupun minum, seperti menanam atau mengambil tumbuh-tumbuhan di kebun tanpa harus membeli. Jikalau membeli, maka harganya pun tidak akan terlalu mahal.
Tomboan Ngawonggo bertempat di Jalan Rabidin RT 03 RW 04 Dusun Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang. Desa ini awal mulanya terkenal dengan penemuan situs purbakala menakjubkan, yaitu Situs Petirtaan atau pemandian suci. Situs ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke 10 Masehi pada masa kerajaan Medang yang dipimpin oleh Mpu Sindok. Hingga sampai saat ini, petirtaan yang ada masih dialiri oleh air pegunungan yang jernih dan segar. Bahkan, masih dijumpai beberapa media peribadatan umat Hindu yang masih asli di sekitar situs ini.
Situs ini ditemukan sekitar tahun 2017 oleh warga kemudian diteliti dan dilindungi oleh BPCB (Balai Perlindungan Cagar Budaya). Situs bersejarah ini kemudian dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Ngawonggo (Pokdarwis Kaswangga) supaya tidak terbengkalai dan memiliki kesan mistis. Hingga pada akhirnya, menadi tempat estetik dan layak dikunjungi.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Lokasinya memang terletak jauh dari jalan utama kabupaten Malang, namun tidak sulit ditemukan. Berjarak kurang lebih 18 km dari Kota Malang atau menempuh 30 menit perjalanan. Medan yang ditempuh tidak terlalu sulit, hanya saja beberapa lubang di jalan sedikit menghambat perjalanan.
Saat tiba di lokasi, pengunjung akan disambut ramah oleh penjaga parkir yang tak lain adalah penduduk sekitar. Tempat parkir terletak di halaman warga yang cukup luas. Harga tiket parkir-pun tidak ada patokan harga khusus. Pengunjung cukup memberikan dana seikhlasnya dan memasukkannya ke dalam kotak parkir. Bahkan penjaga parkir tak segan-segan menawarkan hasil pertanian warga lokal secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. Selain itu, di tempat parkir ini juga menjual tanaman hias dengan harga yang cukup terjangkau sekitar Rp30.000 hingga Rp100.000.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Lokasi Tomboan Ngawonggo berada di belakang rumah warga yang menjadi tempat parkir tersebut sehingga pengunjung harus berjalan melewati beberapa rumah dan melewati jalan setapak bebatuan yang telah ditata dengan apik dan rapi. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan menemukan hamparan udara sejuk yang dihasilkan oleh pepohonan rindang. Tulisan aksara Jawa yang dipadukan dengan huruf latin menyambut para pengunjung yang akan memasuki area Tomboan. Tulisan tersebut merupakan ucapan sambutan untuk para pengunjung, Sugeng Rawuh ing Patirtaan Ngawonggo (Selamat Datang di Situs Petirtaan Ngawonggo).
Selang beberapa menit berjalan, pengunjung akan disuguhkan bangunan Jawa klasik disebelah kiri. Bangunan tersebut merupakan toilet dan mushola yang dibangun dengan gaya bangunan Joglo. Jika diperhatikan, bangunan mushola ini mirip seperti film-film Wali Songo jaman dulu. Pengunjung tak perlu khawatir, mushola ini cukup bersih dan menyediakan beberapa mukena bagi muslimah yang membutuhkannya.
Foto: brisik.id/Endah KurniawatiSambutan Hangat untuk Tamu ala Orang Jawa Beserta Peraturan Pantang Dilanggar
Pengunjung tak perlu kaget ketika menjumpai beberapa papan petunjuk menggunakan aksara Jawa dan latin akan sering dijumpai di lokasi ini. Tema dari Tomboan sendiri mengangkat budaya Jawa klasik dan masih dapat diterima oleh masyarakat jaman sekarang. Selain itu, Tomboan juga mengangkat kebudayaan dan kearifan lokal kehidupan para masyakarat Jawa yang terkenal dengan kelembutan dan kesopanan dalam berperilaku dan bertutur kata.
Jangan heran, jika pengunjung akan disambut dengan bahasa krama Jawa alus oleh pengelola. Pengunjung bisa juga melakukan challenge pada diri sendiri, seberapa banyakkah kosakata bahasa krama Jawa alus yang dikuasai. Selain itu, pengunjung juga dapat mempelajari perilaku dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa pada umumnya.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Setibanya di dekat pintu masuk, pengunjung dapat menemukan dua sepeda tradisional dan topi caping yang kerap dipakai petani menuju ke sawah. Pengunjung dapat ber-swafoto menggunakan sepeda dan caping tersebut. Selain itu saat memasuki lokasi Tomboan, terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi, meliputi dilarang merokok, dilarang membawa makanan atau minuman yang mengandung unsur hewani, bahkan dilarang menanyakan harga makanan dan minuman.
Serasa Berada di Masa Lampau
Saat masuk ke dalam lokasi Tomboan, terdapat dua bangunan ala Jawa tempo dulu. Satu rumah tertutup yang digunakan untuk para pengelola beristirahat dan satu bangunan terbuka untuk meracik minuman. Tidak hanya itu, di bagian belakang bangunan ini terdapat dapur terbuka dimana para pengunjung dapat melihat secara langsung para ibu-ibu warga desa mengolah makanan bagi pengunjung.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Tempat duduk di susun secara estetik dan unik. Terdapat meja yang didesain mirip papan dakon, sebuah papan permainan tradisional dimana para pemain mengumpulkan biji-bijian dalam setiap lubangnya. Selain itu, terdapat tempat duduk yang disusun menyerupai gazebo. Rata-rata, tempat duduk di dalam lokasi Tomboan berada di bawah pohon bambu, sehingga rasanya sangat nyaman dan sejuk.
Menurut pengelola, Tomboan ini bukanlah tempat makan atau warung sehingga pengunjung tidak wajib membayar setiap makanan atau minuman yang telah diambil. Hanya saja, tempat ini menyediakan kotak Asih, yaitu kotak kontribusi untuk pembangunan tempat ini supaya lebih bagus dan lebih maju lagi. Jadi, pengunjung dapat memasukkan uang seikhlasnya dan sepantasnya.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Tidak Ada Menu, Hanya Ada Suguhan
Sesaat setelah masuk ke dalam lokasi, pengunjung akan disambut dan dipersilahkan untuk mengambil hidangan yang telah disajikan. Sajian ini disebut wekasan, yang disajikan khusus untuk para pengunjung yang sudah melakukan reservasi terlebih dahulu melalui admin instagram. Jangan pernah menanyakan menu apa yang tersedia, karena bagi seorang tamu amat pantang menanyakan makanan atau minuman yang dimiliki oleh tuan rumah. Suguhan atau hidang wekasan yang disediakan berasal dari bantuan warga sekitar untuk menyuplai bahan bakunya.
Hidangan wekasan yang disajikan merupakan nasi jagung atau yang disebut nasi empok dengan lauk sayur lodeh, sambal, mendoan, tempe goreng, tahu goreng, sayur urap, kerupuk, bungko kacang merah dan botok simbuan luntas yang dibungkus daun pisang. Rasanya enak dan sedap, karena dimasak langsung oleh tangan ibu-ibu warga desa dan dimasak diatas tungku kayu bakar. Makanan apapun, jika dimasak diatas tungku kayu bakar, rasanya akan jauh lebih sedap dibandingkan di atas kompor minyak atau gas. Tak hanya itu, piring yang digunakan menggunakan jenis piring seng jaman dulu.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Tempat ini juga menyajikan minuman wedhang yang amat enak dan segar. Pemandangan pemuda desa yang menumbuk bahan wedhang dan memasak di atas tungku kayu bakar menambah kesyahduan tempat ini. Tak heran, jika beberapa fotografer atau pengunjung mengabadikannya.
Tomboan menyediakan beranekaragam minuman wedhang tradisional, salah satunya adalah wedhang uwuh. Wedhang uwuh ditempat ini memiliki sedikit perbedaan dibandingkan ditempat lain. Jika biasanya wedhang uwuh berwarna kemerahan, justru di Tomboan warnanya sedikit kecoklatan karena efek tumbukan yang diberikan oleh peracik. Sehingga rasanya menyatu dan jauh lebih segar, terutama kuatnya rasa jahe dan segarnya aroma sereh menambah kenikmatan minuman ini.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Jika membutuhkan air putih, pengunjung dapat menikmati kesegaran air putih yang diletakkan dalam kendi atau tempat minum yang berasal dari tanah. Rasanya jauh lebih segar dibandingkan air dari galon.
Tak hanya makanan berat dan minuman, tempat ini juga menyediakan beberapa jajanan pasar sebagai hidangan penutup. Jajanan pasar yang tersedia antara lain srawut, lemet, horok-horok, dan apem yang dilapisi menggunakan daun jati.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Jajanan pasar di sini dominan memiliki rasa manis yang pas dan cocok dinikmati sambil minum wedhang serta berbincang santai bersama teman maupun pasangan. Hal yang perlu diingat bagi para pengunjung, jika setelah selesai makan maupun minum, pengunjung akan diminta meletakkan piring maupun gelas kotor di tempat yang disediakan.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Satu Lokasi dengan Situs Patirtaan Bersejarah
Setelah puas menikmati hidangan, pengunjung bisa mampir ke Situs Petirtaan Ngawonggo yang letaknya di bawah Tomboan. Saat berada di sini, pengunjung akan merasakan kembali ke masa lampau.
Terdapat beberapa ukiran cantik di batu yang merupakan peninggalan kejayaan di masa itu serta sumber air yang masih ada hingga sekarang. Bahkan, pengunjung masih dapat menjumpai Yoni beserta dupa.
Foto: brisik.id/Endah Kurniawati
Jika hendak ke Tomboan, maka pengunjung diwajibkan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu ke instagram admin Tomboan di @tomboan_ dengan menyebutkan nama, tanggal kedatangan, jumlah pengunjung, serta jam kedatangan. Jika tidak melakukan reservasi, maka pengunjung tidak dapat menikmati sedapnya makanan dan minuman yang diracik oleh pengelola Tomboan.
Jumlah tamu yang berkabar atau melakukan reservasi setiap harinya sekitar 150-200 orang. Jam operasional Tomboan dimulai pada pukul 09.00 hingga 14.30 WIB, buka setiap hari kecuali hari Kamis. Pada hari Kamis, para pengelola beserta para warga beristirahat untuk memulihkan tenaga.